Tombak Bermata Satu

di dalam hamparan kesengsaraan, kau menikam berkali-kali tubuhku yang goyah. cinta musnah. kebeningan kata-kata yang seringkali kukecupkan, punah di lidah. dan mimpiku air mata puisi ini.

hanya dusta.

kesunyian yang tunggal, ia tinggal di lubuk kedinginan. dan kedinginan sendiri semacam pisau bermata dua: menikam nyali dan nurani, menumpahkan darah dari kilau sesaat. di sana tidak akan kau temukan segenap hal-hal lain.

hanya dusta.

kecuali jantungku, tombak bermata satu terakhir: ia ingin mampu menyentuh seisi semesta di gemerlap sedihmu dan tipis kata-kataku: luka cahaya itu. yang hanyalah kalimat tanya dan air keruh semata

air keruh semata

[ambon, 13 desember // hari ini ke kampus pukul 2. dan juga jangan lupa bawa baju lab] —Jerome Marciano